Jakarta (ANTARA) – Setiap tahun, umat manusia di seluruh dunia mengalami dua kali pergantian tahun, yakni tahun baru masehi yang dirayakan secara internasional pada 1 Januari, dan tahun baru hijriah yang diperingati umat Islam pada 1 Muharram. Meski sering digunakan bersamaan dalam kehidupan sehari-hari, kalender hijriah dan masehi sebenarnya memiliki sistem perhitungan yang berbeda secara mendasar.
Kalender masehi merupakan kalender yang banyak digunakan secara global, termasuk sebagai sistem resmi penanggalan di Indonesia. Kalender ini mendasarkan perhitungannya pada peredaran bumi mengelilingi matahari (solar system). Sementara itu, kalender hijriah atau kalender Islam, mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar system), sehingga jumlah hari dan waktu pergantian tahunnya pun berbeda.
Perbedaan sistem perhitungan
Dalam ilmu astronomi, kalender masehi termasuk dalam kategori kalender syamsiyah (syams artinya matahari), sedangkan kalender hijriah disebut kalender qamariyah (qamar artinya bulan). Kalender masehi menggunakan siklus tropis matahari dengan panjang tahun sekitar 365,2422 hari. Dalam penggunaannya, satu tahun masehi terdiri dari 12 bulan dengan jumlah hari yang telah ditetapkan, dan setiap empat tahun sekali disisipkan satu hari tambahan di bulan Februari sebagai tahun kabisat.
Sementara kalender hijriah mengacu pada 12 kali siklus sinodis bulan atau fase hilal. Satu siklus sinodis bulan rata-rata berlangsung 29,53 hari. Oleh karena itu, dalam satu bulan hijriah terdapat 29 atau 30 hari, tergantung pada apakah hilal tampak pada malam ke-29. Jika hilal tidak terlihat, maka bulan disempurnakan (istikmal) menjadi 30 hari. Dengan sistem ini, satu tahun hijriah memiliki 354 atau 355 hari.
Baca juga: Kalender Hijriah vs kalender Masehi: Ini perbedaan utamanya
Penetapan awal bulan dan tahun kabisat
Kalender hijriah menggunakan metode rukyat (pengamatan hilal) atau hisab (perhitungan astronomis) dalam menentukan awal bulan. Berbeda dengan kalender masehi yang tidak memiliki penanda khusus awal bulan, melainkan berdasarkan perhitungan tanggal tetap yang tidak berubah.
Baik kalender hijriah maupun masehi memiliki sistem tahun kabisat, namun tujuannya berbeda. Kalender hijriah menggunakannya untuk menyesuaikan kelebihan dalam siklus bulan, sedangkan kalender masehi untuk mengompensasi kekurangan dalam siklus matahari.
Latar belakang sejarah
Kalender hijriah mulai digunakan secara resmi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Hal ini dilatarbelakangi oleh kebingungan penanggalan dalam surat-surat resmi yang hanya mencantumkan nama bulan tanpa tahun. Dalam pertemuan dengan para sahabat, diputuskan bahwa awal penanggalan Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, sebagai tonggak sejarah penting umat Islam. Oleh karena itu, kalender ini dinamakan kalender Hijriah.
Adapun kalender masehi merupakan pengembangan dari kalender Julian yang diperkenalkan oleh Julius Caesar. Karena terjadi ketidaksesuaian antara kalender Julian dengan siklus musim, Paus Gregorius XIII memperkenalkan kalender Gregorian pada tahun 1582. Perubahan ini termasuk penyesuaian aturan tahun kabisat dan penetapan awal tahun pada 1 Januari. Sistem ini diterima luas di Eropa dan kemudian menjadi standar internasional hingga saat ini.
Dengan perbedaan sistem perhitungan antara peredaran bulan dan matahari, wajar bila kalender hijriah dan masehi tidak pernah selaras secara permanen. Perbedaan inilah yang menyebabkan perayaan hari besar Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Adha, setiap tahunnya bergeser dalam kalender masehi.
Meski berbeda dalam perhitungan dan penetapan, keduanya memiliki fungsi penting dalam kehidupan umat manusia. Kalender masehi digunakan secara global dalam bidang administrasi dan pemerintahan, sementara kalender hijriah tetap menjadi pedoman utama umat Islam dalam menjalankan ibadah dan perayaan keagamaan.
Baca juga: Sejarah penamaan 12 bulan kalender Masehi dan maknanya
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.