Gaya Hidup

Sejarah dan makna Pacu Jalur, tradisi riau yang viral via aura farming

×

Sejarah dan makna Pacu Jalur, tradisi riau yang viral via aura farming

Sebarkan artikel ini



Jakarta (ANTARA) – Akhir-akhir ini, lomba perahu tradisional Pacu Jalur kembali mencuri perhatian warganet. Lewat media sosial, cuplikan aksi para pendayung cilik yang kompak memutar tangan dan mengayunkan badan demi menjaga keseimbangan jalur saat melaju deras di Sungai Kuantan.

Video itu tak hanya mengundang perhatian warganet Tanah Air, tapi juga menarik perhatian para kreator konten dari luar negeri yang ikut menirukan gerakan ikonik tersebut. Tak heran jika tradisi lokal ini mendadak ramai diperbincangkan di berbagai platform digital.

Menariknya, video-video tersebut kerap dibubuhi lagu latar “Young Black & Rich” milik Melly Mike, memberikan kesan penuh percaya diri dan kekuatan, selaras dengan semangat “tokoh utama” yang diusung dalam tren Aura Farming.

Menurut Know Your Meme salah satu situs untuk membagikan video viral, fenomena aura farming mulai ramai sejak September 2024, dan kini menjadi medium baru yang memperkenalkan budaya lokal Indonesia ke panggung global secara emosional dan atraktif.

Namun jauh sebelum ramai di jagat maya, Pacu Jalur telah mengakar kuat sebagai tradisi masyarakat Kuantan Singingi, diwariskan turun-temurun sejak era kolonial sebagai bagian dari perayaan adat dan wujud syukur atas hasil panen.

Lalu, apa sebenarnya Pacu Jalur itu? Berikut asal-usul dan sejarahnya, sebagaimana dirangkum dari situs resmi Kotajalur.kuansing.go.id.

Baca juga: Pemprov Riau siapkan Rp575 juta hadiah pemenang Pacu Jalur Kuansing

Sejarah dan asal usul Pacu Jalur

Pacu Jalur merupakan pesta rakyat yang menjadi kebanggaan masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Tradisi ini berakar sejak abad ke-17, saat perahu kayu panjang yang disebut “jalur” berfungsi sebagai alat transportasi utama bagi penduduk desa-desa di sepanjang Sungai Kuantan. Wilayah ini membentang dari Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Cerenti di hilir.

Di masa itu, jalur sangat penting karena sarana transportasi darat belum berkembang. Warga memanfaatkan jalur untuk mengangkut hasil pertanian seperti pisang dan tebu, sekaligus menjadi alat angkut massal yang mampu menampung sekitar 40 hingga 60 orang.

Seiring waktu, jalur-jalur tersebut mulai dihias dengan ukiran-ukiran artistik seperti kepala ular, buaya, atau harimau baik di bagian badan perahu maupun pada selembayung (hiasan ujung jalur).

Hiasan lain seperti payung, tali hias, selendang warna-warni, serta gulang-gulang (tiang tengah) dan lambai-lambai (tempat berdirinya juru mudi), turut mempercantik tampilan jalur.

Perkembangan hiasan ini bukan sekadar estetika; ia menjadi simbol status sosial. Pada masa itu, hanya kaum bangsawan, pemimpin adat, dan tokoh masyarakat yang memiliki jalur berhias megah sebagai penanda kehormatan dan kekuasaan mereka.

Sekitar seabad kemudian, warga menemukan sisi lain dari jalur yang tak kalah menarik, yakni kecepatan. Muncullah gagasan untuk memperlombakan jalur dalam adu cepat menyusuri Sungai Kuantan. Dari sinilah Pacu Jalur sebagai sebuah perlombaan mulai dikenal.

Baca juga: Tren Aura Farming di TikTok: Viral gerakan pacu jalur yang mendunia

Pada awalnya, perlombaan ini digelar di kampung-kampung sepanjang sungai sebagai bagian dari perayaan hari-hari besar Islam. Namun seiring berjalan-nya waktu, Pacu Jalur kemudian dipusatkan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada bulan Agustus.

Setiap tahun saat lomba digelar, Kota Jalur berubah menjadi lautan manusia. Kemacetan lalu lintas tak terelakkan, sementara warga perantauan berbondong-bondong pulang kampung hanya untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Adapun, jumlah jalur yang ikut bertanding bisa mencapai lebih dari 100 unit.

Bagi masyarakat Kuantan Singingi, jalur adalah perahu besar yang terbuat dari satu batang kayu bulat utuh tanpa sambungan, dikayuh oleh sekitar 45 hingga 60 orang yang disebut anak pacu.

Pacu Jalur sendiri diyakini telah menjadi tradisi tahunan sejak 1903 dan kini tercatat sebagai agenda wisata resmi Pemerintah Provinsi Riau untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara, khususnya ke Kabupaten Kuantan Singingi.

Di masa kolonial Belanda, Pacu Jalur diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan adat dan kenduri rakyat, sekaligus untuk memperingati hari ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina, yang jatuh pada 31 Agustus. Saat itu, perlombaan biasanya berlangsung selama dua hingga tiga hari, tergantung dari banyaknya jalur yang ikut bertanding.

Kini, Pacu Jalur tampil semakin semarak dengan warna-warni kostum para pendayung, dentuman meriam sebagai tanda lomba dimulai, serta sorak-sorai penyemangat yang menambah semarak budaya khas Kuantan Singingi. Inilah warisan lokal yang layak dinikmati sekaligus dilestarikan.

Baca juga: Festival pacu jalur masuk Kalender Event Nasional 2024

Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

jepe sensasional mahjong ways 2 membawakan aerox baru ke rumah penjual dodol keliling iniauto profit scatter hitam mahjong wins 2 cairkan imac buat pegawai ayam geprek ini30 menit istirahat 1 mobil baru buat mandor ini berkat sesi cuan mahjong ways 3detail menang mahjong wins jangan sering terlewatkankapasitas jackpot mahjong wins hari ini masih banyakhujan scatter merah mahjong wins cairkan iphone 16 pro max baru buat kang pangkas inibang eskrim tepi pantai ini datang pakai motor ninja ternyata baru maxwin mahjong wins 2maxwin 97 juta ketika spin mahjong winsmengidentifikasi titik menang mahjong winsslot gacor