Jakarta (ANTARA) – Ketika banyak pakar perekonomian berkembang mengungkapkan kekhawatiran mereka atas perlambatan ekonomi yang dipicu oleh kebijakan tarif Amerika Serikat (AS), Indonesia saat ini justru menjadi magnet utama bagi para produsen kendaraan listrik (electric vehicle/EV) internasional, yang mendorong adopsi dan manufaktur EV di negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini.
Pada periode 2024 hingga Maret 2025, setidaknya ada tujuh produsen mobil listrik yang berinvestasi di Indonesia, dengan total nilai investasi mencapai Rp15,4 triliun. Menurut Kementerian Investasi dan Hilirisasi Republik Indonesia (RI), beberapa dari perusahaan-perusahaan ini telah memulai pembangunan pabrik.
Di antara para produsen mobil tersebut adalah BYD, Citroën, AION, Maxus, Geely, VinFast, dan VW, yang memiliki kapasitas produksi gabungan sebesar 280.000 unit per tahun.
“Indonesia merupakan negara yang menarik sebagai tujuan investasi EV karena memiliki ekosistem rantai industri EV, terutama untuk baterai, mulai dari pertambangan nikel hingga nikel matte, nikel sulfat, prekursor, katoda, anoda, sel baterai, kemasan baterai, hingga daur ulang baterai. Semua investasi tersebut sudah ada di Indonesia. Jadi seluruh ekosistemnya sudah ada,” ujar Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani belum lama ini di Jakarta.
Saat ini, terdapat sembilan produsen EV di Indonesia, tujuh fasilitas produksi bus listrik, dan 63 pabrik EV roda dua dan tiga. Menurut data dari Kementerian Perindustrian RI, kapasitas produksi masing-masing segmen adalah 70.600 unit per tahun untuk mobil listrik, 3.100 unit per tahun untuk bus listrik, dan 2,28 juta unit per tahun untuk motor listrik roda dua dan tiga.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian RI Mahardi Tunggul Wicaksono mengatakan bahwa beberapa perusahaan otomotif tertarik untuk menjajaki investasi di pabrik-pabrik dan baterai EV sebagai akibat dari tarif impor yang diberlakukan oleh pemerintah AS.
Investasi ini perlu dipertahankan karena dapat memberikan efek berganda bagi perekonomian nasional, termasuk penyediaan lapangan kerja.
Pangsa pasar EV berbasis baterai di Indonesia terus meningkat. Pada 2023, pangsa pasarnya sebesar 1,7 persen dan naik menjadi 4,99 persen pada 2024.
Meskipun penjualan EV pada 2024 masih didominasi oleh EV hibrida, dengan 55.730 unit terjual, penjualan kendaraan listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) tetap kuat di angka 43.194 unit.
Dalam hal produksi, Indonesia menjadi negara dengan produksi BEV tertinggi di ASEAN pada 2024, yaitu sebanyak 25.861 unit, mengungguli Thailand sebanyak 1.198 unit.
Peneliti di Pusat Studi Perdagangan Dunia di Universitas Gadjah Mada Ronald Eberhard mengatakan bahwa perang tarif yang sedang berlangsung dalam perdagangan internasional telah membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pusat manufaktur di berbagai sektor. Hal itu terjadi karena perang dagang mendorong investor global untuk mencari lokasi investasi baru dengan tarif yang lebih rendah.
“Indonesia saat ini dikenakan tarif resiprokal rata-rata sebesar 32 persen. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pesaing terdekat kita, seperti Vietnam yang mencapai 46 persen,” ujar Eberhard.
Pewarta: Xinhua
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2025