Otomotif

Industri baterai EV harus dibarengi kebijakan inovatif

×

Industri baterai EV harus dibarengi kebijakan inovatif

Sebarkan artikel ini


Jakarta (ANTARA) – Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menyampaikan bahwa pembangunan industri baterai kendaraan listrik (EV) harus dibarengi dengan kebijakan inovatif sehingga tidak hanya fokus pada produksi semata.

Dalam keterangannya, Yannes menyoroti bahwa perubahan cepat teknologi baterai global, khususnya pergeseran dari baterai nikel (NMC) ke baterai LFP (lithium iron phosphate), mengharuskan pemerintah Indonesia memiliki strategi adaptif.

“Baterai LFP kini lebih dominan secara global karena lebih murah, lebih aman, dan ramah lingkungan. Kalau Indonesia hanya andalkan NMC, risikonya besar,” kata Yannes ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Menurut Yannes, mundurnya LG dari Proyek Titan menjadi bukti bahwa ketergantungan pada satu mitra dan satu jenis teknologi terlalu berisiko.

Ia menyarankan agar Indonesia mengadopsi strategi multi-track yang memproduksi NMC untuk pasar premium (ekspor) dan LFP atau bahkan baterai natrium untuk pasar domestik.

Baca juga: Indonesia berpeluang jadi raksasa baterai dunia lewat hilirisasi nikel

Selain itu, Yannes menyoroti pentingnya investasi riset dan pengembangan (R&D) dalam negeri.

“Tanpa penguasaan teknologi inti, kita hanya jadi tukang rakit. Kita harus libatkan perguruan tinggi teknologi seperti ITB dan prioritaskan transfer pengetahuan,” ujarnya.

Yannes juga mengingatkan bahwa industrialisasi di Karawang, Jawa Barat berisiko gagal menjawab tantangan jika pasar kendaraan listrik lokal tidak dikembangkan secara paralel.

Ia menilai adopsi EV di dalam negeri masih terhambat oleh minimnya infrastruktur charging, bunga kredit tinggi, dan regulasi yang belum pro-startup.

“Kita butuh revolusi deregulasi dan kebijakan yang gesit, termasuk dukungan ke UMKM. Jangan sampai Indonesia cuma jadi pabrik komponen baterai global tanpa memiliki pasar dan teknologi sendiri,” tegasnya.

Yannes menambahkan, keberhasilan program Danantara tak hanya akan mendongkrak GNP Indonesia, tapi juga menandai transformasi dari eksportir komoditas menjadi negara produsen teknologi dengan nilai tambah tinggi.

Namun demikian, peluang itu harus segera dimanfaatkan dengan baik agar Indonesia bisa menjadi salah satu pemain utama dalam industri kendaraan listrik global.

“Tidak ada negara maju yang ingin Indonesia jadi pesaing di masa depan. Ini harus kita rebut sekarang, atau tidak sama sekali,” pungkasnya.

Baca juga: Hilirisasi nikel dorong RI jadi pemain global di industri baterai EV

Baca juga: Prabowo: Yang tidak bisa kerja cepat ditinggalkan di pinggir jalan

Baca juga: Pertumbuhan penjualan mobil listrik RI terus tunjukkan tren positif

Pewarta:
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

pagi kerja jadi kang bengkel malam pesta wild mahjong ways 2 cuan rp 38 juta sekejap matakena scatter pulas di game mahjong wins 3 kernet angkot ini mendadak hadiahkan parfum ysl ke gebetannyangerasa bosen jaga warnet sepi semalaman pakai akun vip mahjong wins pak cahyo sukses jp 1 nmaxpromosi responsif bonus mahjong wins pemberian tambahan modalteknik ringan maxwin mahjong pak masyur untung 87 jutaslot gacor