Jakarta (ANTARA) – Mi instan merupakan salah satu makanan cepat saji yang populer di berbagai kalangan. Harganya yang terjangkau, cara penyajian yang praktis, serta rasanya yang gurih membuat mi instan kerap menjadi pilihan menu sehari-hari. Namun di tengah popularitasnya, beredar berbagai anggapan yang menyebutkan bahwa terlalu sering mengonsumsi mi instan dapat memicu penyakit usus buntu. Benarkah demikian?
Penyakit usus buntu atau radang usus buntu (apendisitis) sendiri merupakan kondisi peradangan pada organ apendiks, yaitu saluran kecil berbentuk kantong sepanjang 5–10 sentimeter yang terhubung dengan usus besar. Organ ini terletak di bagian kanan bawah perut manusia. Jika tidak ditangani, radang usus buntu bisa menimbulkan rasa nyeri hebat dan berpotensi menimbulkan komplikasi serius sehingga membutuhkan tindakan operasi pengangkatan apendiks.
Dokter umum, dr. Riska Larasati menjelaskan, radang usus buntu umumnya terjadi akibat sumbatan pada apendiks. Sumbatan ini dapat berupa tinja yang mengeras, pembengkakan akibat infeksi, atau adanya benda asing yang masuk ke saluran pencernaan. Dalam beberapa kasus, tumor juga dapat menjadi penyebab terjadinya sumbatan tersebut.
Gejala radang usus buntu umumnya ditandai dengan rasa nyeri di bagian kanan bawah perut, biasanya bermula di sekitar pusar lalu bergeser ke bawah. Gejala lain yang kerap menyertai antara lain hilangnya nafsu makan, mual, muntah, demam, serta kesulitan buang angin. Pada sebagian pasien, gejala bisa disertai rasa sakit yang menusuk di perut hingga menjalar ke area bokong, kram perut, sembelit, atau diare.
Baca juga: Ahli gizi: Mi instan Indonesia masih aman untuk dikonsumsi
Lantas, apakah benar makan mi instan dapat memicu kondisi ini?
Faktanya, anggapan bahwa mi instan memicu usus buntu hanyalah mitos belaka. Hingga saat ini, tidak ada penelitian ilmiah yang menunjukkan keterkaitan antara konsumsi mi instan dengan radang usus buntu. Hal ini ditegaskan oleh dr. Riska Larasati, yang menjelaskan bahwa faktor utama terjadinya usus buntu adalah adanya sumbatan di apendiks, bukan jenis makanan tertentu, termasuk mi instan.
Hal senada diungkapkan dr. Yusi Capriyanti. Ia menegaskan bahwa hingga kini belum ada data medis yang membuktikan mi instan bisa menjadi penyebab radang usus buntu. Meski demikian, para ahli tetap mengingatkan agar masyarakat tidak mengonsumsi mi instan secara berlebihan karena alasan kesehatan lainnya.
Mi instan memiliki kandungan gizi yang tidak lengkap, kalori yang relatif tinggi—bahkan tiga kali lipat lebih banyak dari seporsi nasi—serta kadar natrium yang tinggi. Selain itu, kandungan bahan pengawet dalam mi instan juga memerlukan waktu cerna yang lebih lama, sehingga jika dikonsumsi berlebihan dapat memengaruhi kesehatan saluran pencernaan secara keseluruhan.
Baca juga: Risiko konsumsi mi instan hingga fitur baru Google Search
Bijak mengonsumsi mi instan
Meski mi instan bukan penyebab usus buntu, masyarakat diimbau tetap bijak dalam mengonsumsinya. Pola makan seimbang dengan asupan gizi yang cukup, kaya serat, serta cairan yang memadai penting untuk mendukung kerja saluran pencernaan. Sebaliknya, konsumsi mi instan secara terus-menerus tanpa diimbangi asupan serat berpotensi memicu gangguan pencernaan, seperti sembelit.
Sebagai alternatif, masyarakat disarankan menambahkan sayuran, telur, atau sumber protein lain ke dalam sajian mi instan agar kandungan gizinya lebih seimbang. Langkah sederhana ini dapat membantu tubuh memperoleh asupan nutrisi yang lebih lengkap.
Dengan demikian, anggapan bahwa makan mi instan dapat menyebabkan usus buntu terbukti hanya mitos. Kendati begitu, masyarakat tetap harus mengutamakan pola makan bergizi demi menjaga kesehatan pencernaan secara keseluruhan, demikian merangkum dari sejumlah sumber.
Baca juga: Pakar gizi ingatkan sering konsumsi mi instan bisa berisiko obesitas
Baca juga: Bolehkah anak konsumsi mi instan? Ini tips yang perlu diperhatikan
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.