Gaya Hidup

Toxic parents: Ciri-ciri, penyebab, dan dampak negatif bagi anak

×

Toxic parents: Ciri-ciri, penyebab, dan dampak negatif bagi anak

Sebarkan artikel ini



Jakarta (ANTARA) – Istilah toxic parents kian sering dibicarakan, terutama saat anak-anak merasa tertekan secara emosional oleh pola asuh orang tua. Fenomena ini merujuk pada perilaku pengasuhan yang tidak sehat, seperti terlalu mengontrol, mudah menyalahkan, hingga manipulasi emosional yang berdampak negatif pada tumbuh kembang anak.

Para pakar menyebut, pola asuh toxic parents dapat menyebabkan gangguan psikologis, harga diri rendah, bahkan kesulitan membangun hubungan sosial yang sehat di masa depan. Lantas, apa ciri-ciri, penyebab, dan dampak negatif toxic parents pada tumbuh kembang anak? Simak ulasannya berikut ini.

Apa itu toxic parents?

Toxic parents merupakan istilah yang menggambarkan pola asuh yang tidak sehat dan berdampak negatif terhadap perkembangan mental anak. Dalam keluarga dengan pola ini, hubungan antara orang tua dan anak seringkali dipenuhi tekanan, ketakutan, dan ketidakseimbangan emosi yang berlarut-larut.

Orang tua toxic cenderung mengabaikan kebutuhan emosional anak, menerapkan kontrol berlebihan, hingga melakukan pelecehan baik secara fisik maupun verbal. Pola asuh seperti ini dapat meninggalkan luka psikologis mendalam dan mempengaruhi kepercayaan diri serta hubungan sosial anak di masa depan.

Baca juga: Hari Nasional Anak 2025, ini tujuh cara mendidik anak tanpa kekerasan

Tanda-tanda orang tua yang bersifat toxic

Tak semua sikap keras berarti toxic, tapi jika ini terjadi terus-menerus dan merusak perkembangan mental anak, sudah saatnya waspada. Berikut beberapa ciri umum toxic parents:

1. Selalu merasa benar dan sulit minta maaf
Orang tua toxic jarang mau mengakui kesalahan. Anak yang selalu disalahkan, akhirnya merasa semua yang ia lakukan tak pernah cukup.

2. Kontrol berlebihan
Anak tak diberi ruang untuk membuat keputusan sendiri, bahkan untuk hal kecil. Semua harus sesuai keinginan orang tua.

3. Manipulatif secara emosional
Misalnya dengan berkata, “Mama sudah korbanin banyak hal buat kamu, tapi kamu malah seperti ini.” Ini bisa membuat anak merasa bersalah sepanjang waktu.

4. Kritik tanpa dukungan
Alih-alih memberi semangat, yang keluar hanya kalimat menjatuhkan. Prestasi anak tak pernah cukup, dan kesalahan sekecil apa pun dibesar-besarkan.

5. Meledak-ledak secara emosional
Hal sepele bisa memicu amarah. Anak pun tumbuh dengan rasa takut yang terus-menerus.

Baca juga: 8 ciri parenting yang membuat anak berpotensi tumbuh jadi orang sukses

Penyebab orang tua bisa menjadi toxic?

Ternyata, toxic parents seringkali bukan karena niat buruk. Banyak yang tidak sadar bahwa mereka sedang mengulangi pola asuh dari generasi sebelumnya. Beberapa penyebab umumnya antara lain:

1. Pola asuh yang diturunkan
Jika dulu mereka diasuh dengan cara keras dan minim empati, ada kemungkinan besar pola itu akan terulang.

2. Tidak punya kemampuan mengelola emosi
Orang tua juga manusia. Tapi ketika stres atau trauma tidak disadari dan diatasi, anak bisa jadi pelampiasan.

3. Ekspektasi yang terlalu tinggi
Ingin anak “lebih baik dari orang tuanya” seringkali justru berubah jadi tekanan berlebih.

Baca juga: 8 dampak negatif minuman manis berwarna bagi kesehatan anak sekolah

Dampaknya untuk anak dalam jangka panjang

Tinggal serumah dengan orang tua toxic bisa membuat anak tumbuh dengan luka yang tidak terlihat. Dampaknya bisa muncul bertahun-tahun kemudian:

1. Rasa percaya diri yang hancur
Anak merasa dirinya tidak berharga dan selalu salah.

2. Cemas dan takut berlebihan
Selalu khawatir akan membuat kesalahan, bahkan ketika sudah dewasa.

3. Sulit membangun hubungan sehat
Karena terbiasa dalam relasi yang penuh tekanan, anak bisa kesulitan menjalin hubungan yang saling mendukung.

4. Berisiko mengulangi pola yang sama
Tanpa sadar, anak bisa tumbuh menjadi orang tua yang juga toxic bagi generasi selanjutnya.

Toxic parenting bukan semata soal kecerdasan atau kemampuan, tetapi berkaitan dengan pola perilaku orang tua yang mendominasi, manipulatif, dan minim empati. Dampaknya serius, dapat menyentuh aspek psikologis, hubungan interpersonal, bahkan kesehatan fisik anak.

Mengenali ciri-cirinya adalah langkah awal penting yang bukan untuk menyalahkan, melainkan untuk meredam siklus negatif. Bagi para orang tua yang menyadari perilaku toksik dalam diri, perilaku dapat diperbaiki. Jika sulit sendiri, konsultasi dengan psikolog keluarga bisa menjadi solusi profesional yang tepat.

Baca juga: ‘VOC parenting’ atau ‘gentle parenting’? Ini kata Wamendukbangga

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

liburan ke jepang bang opang ini pun terwujud berkat hujan wild mahjong waysberhasil untung 100juta dari mahjong wins mas anto semakin yakin pakai tombol gacorslot gacor