Otomotif

Turunnya harga baterai percepat peralihan dari ICE ke EV

×

Turunnya harga baterai percepat peralihan dari ICE ke EV

Sebarkan artikel ini


Jakarta (ANTARA) – Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan turunnya harga dari komponen utama kendaraan listrik yakni baterai dapat mempercepat peralihan dari kendaraan konvensional ke elektrik penuh.

Dia melanjutkan bahwa harga yang cukup terjangkau pada nantinya, menjadi alasan tersendiri bagi konsumen otomotif untuk sendirinya beralih dan meninggalkan kendaraan berbahan bakar fosil ketika harga tersebut bisa setara dengan kendaraan konvensional.

“Secara teoritis, penurunan harga baterai LFP global, dari 149 dolar AS/kWh pada 2023 menjadi sekitar 99 dolar AS/kWh serta baterai NMC yang turun 20 persen pada 2024, diprediksi akan turun lagi sekitar 3 persen pada 2025 jelas berpotensi menurunkan harga BEV di pasar Indonesia,” kata Yannes Martinus Pasaribu kepada ANTARA, Rabu.

Hal ini senada dengan banyaknya produsen otomotif asal China, yang semakin gencar untuk memproduksi kendaraan elektrik mereka di Indonesia. Meski begitu, dampaknya masih belum bisa dirasakan dalam waktu dekat.

Baca juga: Anggota DPR nilai ‘groundbreaking’ proyek baterai EV dorong hilirisasi

Ketika penggunaan kendaraan elektrik hampir mencapai setara dengan kendaraan konvensional, itu baru bisa dirasakan manfaatnya oleh Indonesia.

Seperti yang dilaporkan oleh Gaikindo, penjualan kendaraan ramah lingkungan pada kuartal pertama sebesar 16.459 unit, mengungguli penjualan mobil hybrid yang hanya 15.000 unit.

“Karena volume salesnya yang masih kecil, bisa jadi ini momen yang dipakai oleh beberapa APM untuk menarik margin profit. Jadi, kuncinya ada pada kebijakan produsen. Akan tetapi, pada intinya, tren penurunan ini secara waktu diprediksi akan membuat harga EV bisa mencapai level yang setara dengan mobil ICE lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya,” ujar dia.

Baca juga: Prabowo setujui konsorsium Huayou gantikan LG di proyek baterai EV

Dengan harga yang lebih terjangkau, target pemerintah dalam mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, seperti komitmen yang tertuang dalam Strategi Jangka Panjang untuk Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050 (LTS-LCCR 2050) dan Enhanced NDC 2022.

“Secara teoritis, ini berpotensi mempercepat pencapaian target emisi nol bersih 2060 dengan meningkatkan pangsa pasar BEV, hal ini juga akan mengurangi emisi transportasi, dan mendorong produksi lokal,” tegas dia.

Untuk mencapai hal tersebut dia melanjutkan bahwa harus ada persiapan dari berbagai sektor pendukung seperti sumber daya listrik yang ramah lingkungan, kecepatan pertumbuhan pembangunan infrastruktur charging hingga kecepatan transisi energi dari batubara.

Baca juga: Rosan ungkap Danantara bantu pendanaan proyek baterai EV digarap CATL

“Jika semua upaya dijalankan konsisten sesuai program yang sudah digariskan, tentunya akan memperkuat fondasi menuju net-zero emissions kita pada 2060,” tutur dia.

Sebelumnya Badan Energi Internasional (IEA) atau International Energy Agency melaporkan adanya penurunan harga untuk baterai lithium-ion sebesar 20 persen pada tahun 2024, menjadikannya sebagai penurunan terbesar sejak 2017.

Tidak hanya itu, harga mineral kritis yang rendah terutama didorong oleh surplus pasokan, yang membuat beberapa perusahaan pertambangan sulit bersaing, sehingga meningkatkan tingkat konsentrasi rantai pasokan di antara para pemain mapan.

Baca juga: Prabowo panggil Airlangga hingga Bahlil bahas proyek baterai EV

Surplus ini diperkirakan akan bertahan selama beberapa tahun ke depan, tetapi harga yang rendah dapat menghambat investasi di masa mendatang dan dapat menyebabkan kekurangan pasokan untuk lithium dan nikel pada tahun 2030.

Laporan tersebut juga memberitahukan bahwa permintaan baterai kendaraan listrik tumbuh lebih dari 30 persen di Tiongkok, dan 20 persen di Amerika Serikat, sangat kontras dengan Uni Eropa, yang permintaannya mandek.

Permintaan baterai di Amerika Serikat hampir menyamai permintaan baterai di Uni Eropa pada tahun 2024, sebagian karena ukuran baterainya sekitar 25 persen lebih besar per kendaraan listrik.

Sementara untuk permintaan di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang selain Tiongkok hanya sebagian kecil dari permintaan baterai global, mencapai hampir 5 persen pada tahun 2024. Meskipun demikian, pangsa mereka telah berlipat ganda sejak tahun 2022, didukung oleh pertumbuhan berkelanjutan di Asia Tenggara, India, dan Brazil.

Baca juga: CATL disebut mulai produksi baterai EV di Indonesia pada Maret 2026

Pewarta:
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

cuan mahjong wins 2 modal recehhujan wild mahjong waysrekomendasi mesin mahjongjp mahjong ways cepatscatter hitam mahjong wins 3bagian rancangan mahjongbocoran langsung game mahjong