Jakarta (ANTARA) – Kardiomiopati, gangguan pada otot jantung, menyimpan ancaman serius berupa kematian mendadak. Kondisi ini terjadi akibat kelainan struktural atau fungsional pada otot jantung yang mengganggu kemampuannya memompa darah secara efektif.
Kendati sering kali tak disadari, penyakit ini bisa menyerang siapa saja, mulai dari anak remaja hingga atlet muda. Tanpa deteksi dan penanganan dini, kardiomiopati berisiko menimbulkan komplikasi berat hingga berakibat fatal.
Apa itu kardiomiopati?
Kardiomiopati adalah kondisi langka di mana otot jantung mengalami gangguan berupa pelebaran, penebalan atau pengerasan, sehingga kehilangan kemampuannya dalam memompa darah secara optimal. Kondisi ini dapat berkembang secara perlahan maupun tiba-tiba, dan sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal.
Baca juga: Cara cegah penyakit jantung dengan pahami 10 faktor penyebab utama
Gangguan ini terbagi menjadi beberapa jenis utama, yaitu dilatasi, hipertrofik, restriktif, dan aritmogenik. Masing-masing jenis memiliki karakteristik dan risiko yang berbeda, namun semuanya berpotensi menyebabkan komplikasi serius jika tidak ditangani dengan tepat.
Gejala yang perlu diwaspadai
Beberapa tanda klasik kardiomiopati meliputi:
• Mudah lelah dan sesak napas, bahkan saat aktivitas ringan.
• Nyeri atau tekanan di dada, terutama setelah beraktivitas.
• Detak jantung tak beraturan seperti berdebar, lambat, atau palpitasi.
• Pembengkakan pada kaki, pergelangan, dan perut akibat penumpukan cairan.
• Pusing hebat atau bahkan pingsan mendadak (sinkop), terutama saat berolahraga.
Risiko kematian mendadak
Kardiomiopati, terutama tipe hipertrofik, merupakan salah satu penyebab utama kematian mendadak pada usia muda dan atlet. Kondisi ini bisa terjadi secara tiba-tiba, bahkan dalam waktu satu jam setelah gejala awal muncul, tanpa tanda peringatan yang jelas.
Baca juga: Duduk rebahan tak boleh lebih dari satu jam
Aritmia fatal seperti fibrilasi ventrikel umum terjadi pada kasus kardiomiopati hipertrofik. Oleh karena itu, deteksi dini melalui pemeriksaan seperti ekokardiografi dan elektrokardiogram (EKG) sangat penting untuk mencegah risiko kematian mendadak.
Kelainan ini kerap kali bersumber dari faktor genetik, dengan sekitar 30–50 persen kasus berasal dari mutasi yang diturunkan. Risiko terkena kondisi ini juga meningkat pada individu yang memiliki hipertensi kronis, kelebihan berat badan, riwayat penyakit jantung, atau pernah menjalani terapi kemoterapi maupun radioterapi.
Deteksi dan penanganan
Para ahli menekankan pentingnya skrining jantung, terutama pada mereka dengan riwayat keluarga atau atlet muda. Pemeriksaan seperti EKG dan ekokardiografi sangat disarankan.
Perawatan sendiri meliputi:
• Perubahan gaya hidup: diet sehat, olahraga ringan, hindari alkohol dan rokok.
• Obat-obatan: diuretik, beta-blocker, antiaritmia, hingga terapi jangka panjang.
• Alat medis: pacemaker atau defibrillator (ICD) ditanam untuk mencegah henti jantung mendadak
Kardiomiopati bukanlah kondisi yang bisa dianggap sepele. Meskipun gejalanya sering kali samar dan tidak kentara, penyakit ini dapat berujung fatal apabila tidak dikenali dan ditangani sejak dini. Oleh karena itu, pemeriksaan rutin sangat penting, khususnya bagi mereka yang memiliki faktor risiko tertentu.
Apabila Anda merasakan gejala yang mengarah pada gangguan jantung atau memiliki riwayat keluarga dengan penyakit serupa, segera konsultasikan diri ke dokter spesialis jantung. Deteksi dan penanganan tepat waktu dapat menyelamatkan nyawa serta mencegah komplikasi serius di kemudian hari.
Baca juga: Dampak kurang tidur pada kesehatan jantung dan cara mencegahnya
Baca juga: Mengenal aritmia, gangguan irama jantung: Jenis, gejala, pencegahan
Baca juga: Serangan jantung saat tidur: Penyebab, gejala, dan cara mencegahnya
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
